BAB I
PENDAHULUANA.
- Latar Belakang Masalah
Kejahatan
atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang” yang selalu ada dan
melekat pada tiap bentuk masyarakat.
Perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang
mendasari kehidupan atau keteraturan
sosial, dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial, dan merupakan
ancaman riil atau potensiil bagi berlangsungnya
ketertiban sosial. Kejahatan di samping
masalah kemanusiaan juga
merupakan masalah sosial, tidak hanya merupakan masalah bagi masyarakat tertentu, tetapi juga menjadi
masalah yang dihadapi oleh seluruh masyarakat
di dunia. Salah satu jenis kejahatan yang menonjol
adalah kejahatan terhadap harta benda
yaitu pencurian. Pengertian pencurian adalah pengambilan properti milik orang lain secara tidak sah tanpa seizin
pemilik.
Pelaku
tindak pidana pencurian ini biasa
disebut dengan pencuri dan tindakannya oleh masyarakat sering dikenal dengan istilah mencuri.
Pencurian terdiri dari dua unsur yaitu unsur
objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif tindak pidana pencurian terdiri dari perbuatan mengambil, objeknya
suatu benda, dan unsur keadaan yang
menyertai atau melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Unsur subjektif
dari tindak pidana pencurian antara lain
adalah adanya maksud, yang ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum.
Indonesia
telah menetapkan sanksi pidana penjara dalam perundang undangan sebagai salah
satu sarana untuk menanggulangi masalah kejahatan, hal
ini merupakan salah satu bagian kebijakan kriminal atau politik kriminal, namun
kejahatan yang terjadi di masyarakat sepertinya sulit dihilangkan, meskipun dengan perangkat hukum dan undang-undang yang
dirumuskan oleh legislatif.
.
BAB
II
PEMBAHASAN
Keamanan
dan ketertiban adalah merupakan kebutuhan yang sangat mendasar karena tanpa
keamanan manusia sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejarah umat
manusia menerangkan betapa pentingnya arti dari keamanan , Manusia mencegah
berbagai bentuk ancaman dengan cara membentuk kelompok-kelompok sosial dengan
menciptakan berbagai cara dan metode untuk dapat mengaantisipasi
perkembangan Kejahatan itu sendiri dalam rangka menyelamatkan harta, benda dan
eksistensi peradaban manusia.
Sejarah
klasik menunjukan masyarakat Yunani saat itu telah
membentuk sebuah lembaga untuk menangani masalah yang ada dan berkembang
dalam masyarakat dimana badan yang dibentuk mereka namakan polisi,
yang terdiri dari beberapa unsur masyarakat untuk mengelola kelanggengan
peradaban yang dimiliki masyarakat Yunani dari ancaman baying baying peradaban
yang dimiliki masyarakat Yunani itu sendiri. Pada tahun 1829 Sir Robert Peel
membentuk organisasi Kepolisian modern guna penanggulangan kejahatan di London
masa itu, bentuk organisasi kepolisian modern di kepolisian di Inggris akhirnya
menjadi contoh berbagai negara didunia dalam rangka menciptakan
badan kepolisiannya untuk mencegah dan mengantisipasi perkembangan kejahatan di
tiap tiap Negara, tentunya dengan berbagai modifikasi dan penyesuaian system
menurut tata pemerintahan dan dinamika masing masing Negara.
Perkembangan
kejahatan sendiri merupakan study yang menarik , hal ini disebabkan karena
mempelajari perkembangan kejahatan adalah merupakan bentuk pembelajaran lain
dari hasil pencapaian suatu peradaban manusia , manakala diketahui bahwa
manifestasi kejahatan senantiasa berubah seiring perkembangan
kebudayaan dan peradaban manusia, tidak heran suatu bentuk kejahatan dimasa
lalu berpeluang mengalami perubahan penerimaan dan persepsi masyarakat seiring
perubahan persepsi masyarakat terhadap perbuatan yang dianggap sebagai
kejahatan atau bukan kejahatan
kejahatan selalu berkembang dan
tidak pernah statis mengikuti peradaban masyarakat “ Crime is the shadow of
civilization “ kejahatan adalah bayang peradaban sehingga masyarakat juga
senantiasa menghendaki organ pengendali kejahatan berupa Kepolisian melalui
kegiatan pemolisian dalam kaitan misi/tugas sebagai crime
Hunter dan Law enforcement dapat mengatasi dan mengendalikan kejahatan
agar tidak merusak dan menghancurkan peradaban.
Upaya
yang dilakukan oleh Polisi untuk mengenali fenomena kejahatan sebagai suatu
fenomena yang selalu berubah menuntut Polisi dapat mengidentifikasi elemen
penyebab suatu kejahatan dapat terjadi, secara dinamis terdapat elemen yang
berubah namun terkandung makna bahwa terdapat juga elemen kejahatan yang
senantiasa Universal menjadi batasan kejahatan dari masa ke masa.
- KEJAHATAN SELALU MEMERLUKAN KEHADIRAN AKTOR Walaupun kejahatan
senantiasa berkembang , semakin kompleks dan mengglobal, namun setiap
kejahatan senantiasa terdapat AKTOR- AKTOR KEJAHATAN , yang menyebabkan
kejahatan sebagai proses yang tidak berkesudahan dimana
Aktor Aktor Kejahatan hadir dari proses hulu ke hilir. Adanya aktor
–aktor kejahatan dapat dijelaskan dalam pendekatan Teori pilihan rasional
memusatkan perhatian pada aktor/ pelaku kejahatan, dimana aktor dipandang
sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud ,artinya aktor
mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan
tersebut, aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan. Teori pilihan rasional tidak
menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan
aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk
mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor. Pelaku merupakan
pembuat keputusan dimana individu memilih antara aktivitas kriminal dan
aktivitas nonkriminal (legal) dengan dasar ekspektasi manfaat (utility)
atas setiap aktivitas-aktivitas itu. Dapat diasumsikan bahwa keterlibatan
dalam aktivitas kriminal adalah hasil dari perilaku optimalisasi individu
terhadap insentif-insentif. . Dengan menetapkan sebuah persamaan untuk
meraih insentif dalam keputusan untuk melakukan kejahatan adalah suatu
langkah awal yang natural dalam analisis atas kejahatan sebagai suatu
model Yang paling penting dari ini semua adalah ganjaran (reward) yang
relatif dari aktivitas kriminal dan aktivitas legal. Sebagai contoh,
pelaku kejahatan melakukan aksi kriminal jika ekspektasi keuntungan dari
aktivitas kriminal melebihi keuntungan dari aktivitas legal, pada umumnya
bekerja. Di antara segala
faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk terlibat dalam aktivitas
kriminal adalah
1. ekspektasi
keuntungan dari kejahatan dan gaji dari suatu pekerjaan (legal work);
2. kemungkinan
(risiko) tertangkap dan dituntut;
3. panjangnya
hukuman;
4. kesempatan
dalam aktivitas legal Keputusan berbuat untuk melakukan kejahatan menurut
Rational Choice Theory / Teori Pilihan Nasional dari Gary Becker ( 1968 )
adalah terletak dari pelaku kejahatan itu sendiri. pilihan-pilihan langsung
serta keputusan-keputusan yang dibuat relatif oleh para pelaku tindak pidana
bagi yang terdapat baginya. Pilihan rasional berarti pertimbangan-pertimbangan
yang rasional dalam menentukan pilihan perilaku yang kriminal atau non
kriminal, dengan kesadaran bahwa ada ancaman pidana apabila perbuatannya yang
kriminal diketahui dan dirinya diprotes dalam peradilan pidana.
B.
KEJAHATAN BUKAN FENOMENA TIBA –TIBA,
TETAPI TERJADI DENGAN SEBUAH MODUS OPERANDI
senantiasa
terdapat modus operandi / cara melakukan kejahatan , kaitan kekekalan
cara bukan menunjuk kepada bagaimana kejahatan dilakukan
tetapi kejahatan terjadi bila ada hal yang harus dilakukan oleh aktor
kejahatan untuk memulai dan melakukan kejahatan. Unsur –unsur yang membentuk
terjadinya suatu kejahatan adalah mempunyai akibat-akibat atau
kerugian nyata, adanya akibat atau kerugian tersebut adalah sesuatu yang
dilarang dalam undang undang, terdapat perbuatan nyata dengan mens
rea sebagai maksud jahat untuk mendorong suatu perbuatan menjadi memiliki
hubungan dengan perbuatan atau kejadaian yang bisa menjelaskan kausalitas
hubungan perbuataan dengan kerugian serta adanya Sanksi sebagai bentuk
pembalasan terhadap pelanggaran undang undang. Perkembangan kejahatan tidak
terlepas dari perkembangan zaman yang juga akan melahirkan kemajuan teknologi.
Manusia tidak akan cepat merasa puas dengan apa yang telah diperoleh
sehingga tetap saja melakukan kejahatan. Munculnya teknologi canggih sangat
memudahkan terciptanya jenis kejahatan baru pula sehingga kejahatan yang kita
kenal tidak hanya berupa kejahatan yang konvensional saja. Selain memiliki demensi lokal, nasional dan
regional kejahatan juga dapat menjadi masalah internasional, karena seiring
dengan kemajuan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi yang canggih,
modus operandi kejahatan masa kini dalam waktu yang singkat dan dengan
mobilitas yang cepat dapat melintasi batas-batas negara (borderless countries).
Inilah yang dikenal sebagai kejahatan yang berdimensi transnasional / lintas
Negara. Sebagai contoh misalnya
terjadinya tindak pidana perbankan Tindak pidana tersebut bahkan tidak hanya
melibatkan masyarakat golongan ekonomi lemah. Kebanyakan jenis kejahatan baru
yang muncul tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang yang berintelek tinggi.
C.
KEJAHATAN MERUPAKAN KUALITAS DARI
REAKSI ATAU TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP TINGKAH LAKU SESEORANG Persepsi masyarakat terhadap suatu
perbuatan yang memiliki dampak terhadap masyarakat itu sendiri dinilai dari
apakah perbuatan tersebut memiliki akibat yang diinginkan atau tidak
diinginkan , dijelaskan dalam TEORI LABELLING oleh MICHOLOWSKY, bahwa
kejahatan merupakan kualitas dari reaksi atau tanggapan masyarakat terhadap
tingkah laku seseorang bukan merupakan kualitas dari tingkah laku seseorang.
Sehingga apabila masyarakat menilai suatu perbuatan menimbulkan
suatu penderitaan maka saat itulah perbuatan tadi dianggap sebagai kejahatan. Reaksi masyarakat terhadap suatu
kejahatan yang dilakukan seseorang menyebabkan reaksi seseorang itu
sebagai suatu kejahatan dengan pelaku / Aktor perbuatan mendapat CAP /
label penjahat , sehingga dengan adanya CAP / label penjahat menyebabkan
masyarakat memperlakukan AKTOR kejahatan seperti seharusnya memperlakukan
pelaku kejahatan dari masa kemasa dengan memberikan hukuman maupun
perlakuan khusus berbeda dengan masyarakat secara luas.Umumnya tingkah laku
seseorang yang dicap jahat menyebabkan pelaku kejahatan diperlakukan
sebagai penjahat sebagaimana mestinya dalam proses interaks social , interaksi
dapat diartikan hubungan timbal balik antara individu, antar kelompok serta
antar individu dengan kelompok. Kelompok selalu mengawasi dan
berusaha untuk menyeimbangkan perilaku individu-individunya sehingga menjadi
suatu perilaku yang kolektif. Dalam perkembangan lebih lanjut aliran ini
melahirkan teori “kriminologi Marxis” dengan dasar 3 hal utama yaitu;
1. bahwa
perbedaan bekerjanya hukum merupakan pencerminan dari kepentingan rulling
class.
2. kejahatan
merupakan akibat dari proses produksi dalam masyarakat,
3.
hukum pidana dibuat untuk mencapai kepentingan ekonomi
dari rulling class Sebagai akibat
perlakuan khusus dalam pola interaksi terhadap pelaku kejahatan
melahirkan kecenderungan di mana seseorang atau kelompok yang dicap
sebagai penjahat akan menyesuaikan diri dengan cap yang disandangnya.Tidaklah
salah kiranya, bahwa pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah laku
yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan serta perlu mendapat sanksi pidana
D.
KEJAHATAN SELALU MENIMBULKAN
KORBAN DAN PENDERITAAN Akibat yang dirasakan sebagai suatu
penderitaan merupakan representasi dari Universalitas hasrat pribadi manusia
untuk tidak mau menjadi korban perbuatan yang menimbulkan penderitaan walaupun
sesungguhnya kejahatan merupakan wajah PROTAGONIS PRIBADI manusia yang
ingin ditutupi, disembunyikan dan dihilangkan dalam peradaban , senantiasa
terjadi perlawanan dalam berbagai eskalasi terhadap eksistensi kejahatan ,
perang terhadap kejahatan merupakan perang yang tidak pernah berhenti
sesuai eksistensi kejahatan yang senantiasa langgeng sebagai bayang
bayang peradaban. Individu dan kelompok dalam masyarakat seperti itu
harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk penyesuaian diri itu bisa jadi
sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang menganut norma-norma masyarakat dalam
waktu yang lama, sementara orang atau kelompok lainnya melakukan penyimpangan.
Kelompok yang mengalami lebih banyak ketegangan karena ketidak seimbangan ini
(misalnya orang-orang kelas bawah) lebih cenderung mengadaptasi penyimpangan daripada
kelompok lainnya. Teori
anomi menempatkan ketidak seimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai
penyebab penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan daripada
cara-cara yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya dalam masyarakat. Merton mengemukakan saat masyarakat
ingin mengatasi kondisi Anomie akibat eksistensi kejahatan sebagai
wajah protagonist peradaban manusia, adalah dengan melakukan Konformitas di mana masyarakat
bisa menerima tujuan mengapa kejahatan dilakukan dan
bagaimana mengijinkan sarana yang boleh digunakan pelaku kejahatan yang
terdapat dalam masyarakat karena adanya tekanan kondisi dalam masyarakat itu
sendiri, sebagai ilustrasi adalah ketika masyarakat menilai bahwa hak
untuk membentuk keluarga kecil dengan sedikit anak akhirnya masyarakat sendiri
yang melegalkan upaya pembatasan kehamilan melalui program
kontrasepsi melalaui prosedur dan metode yang dilegalkan. Bentuk reaksi masyarakat terkait
upaya penghindaran diri sebagai korban kejahatan berikutnya adalah dengan
mengadakan pembaharuan / INOVASI sebagai
bentuk penyesuaian di mana masyarakat mengakui bahwa kejahatan dilakukan dengan
tujuan tertentu sehingga untuk mencegah eksistensi tercapai suatu tujuan
jahat , masyarakat berinisiatif mengubah sarana-sarana yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan tersebut atau setidaknya mempersulit pelaku kejahatan
mewujudkan tujuan melakukan suatu kejahatan yang ingin dicapai,
implementasi reaksi ini kemudian berkembang dalam ilmu pencegahan kejahatan
dengan konsep Primary, Secondary dan tertiary Crime Prevention. Ritualism dikenal
sebagai bentuk penyesuaian masyarakat atas kondisi anomie yang
terjadi melalui penyesuaian diri dengan norma-norma yang mengatur sarana-sarana
sah dalam upaya mencegah diri sebagai korban kejahatan, meski demikian mereka
meredakan ketegangan / tekanan mereka dengan menurunkan skala aspirasi-aspirasi
masyarakat terhadap rasa aman dan terbebas dari ketakutan terhadap
kejahatan sampai di titik yang dapat dicapai dengan mudah. Praktek
penggunaan sarana Transportasi umum bisa menjelaskan konsep Ritualisme dalam
mengaantisipasi kemungkinan menjadi korban kejahatan , masyarakat memahami
bahwa angkutan umum bukan merupakan sarana yang nyaman dan aman
sehingga penggunaan sarana angkutan umum tadi dilakukan secara
beramai-ramai dan hanya pada jam jam tertentu saja. Ketika
kondisi masyarakat makin tertekan oleh harapan-harapan sosial yang ditunjukan
oleh gaya hidup konvensional, masyarakat berusaha melepaskan kesetiaan baik
kepada cultural succes goal maupun legitimate means, Retreatisme sebagai
wujud cara masyarakat untuk keluar dari masalah dengan melarikan diri dari
syarat-syarat masyarakat dengan berbagai cara yang menyimpang. Bunuh diri
merupakan penarikan diri yang paling puncak. Eksistensi
real yang paling keras terkait dengan upaya menghindarkan diri menderita akibat
suatau kejahatan dalam masyarakat adalah dengan Rebellion :
suatu adaptasi di mana tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat
di tolak dan berusaha untuk mengganti / mengubah seluruhnya.
E.
KEJAHATAN SEBAGAI FENOMENA GUNUNG ES
REALITAS MASYARAKAT.
Kejahatan
selalu berada di titik puncak Gunung es dalam dinamika peradaban manusia
, titik puncak gunung es sebagai resultan atas permasalahan hubungan
antar dan inter manusia dalam masyarakat. Eksistensi Konflik dalam
masyarakat dapat dijelaskan melalui pendekatan Teori konflik. Bahwa
penyimpangan yang paling banyak diaplikasikan kepada kejahatan, walaupun banyak
juga digunakan dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. teori penjelasan
norma, peraturan dan hukum daripada penjelasan perilaku yang dianggap melanggar
peraturan. Peraturan datang dari individu dan kelompok yang mempunyai kekuasaan
yang mempengaruhi dan memotong kebijakan publik melalui hukum. Kelompok-kelompok elit menggunakan
pengaruhnya terhadap isi hukum dan proses pelaksanaan sistem peradilan pidana.
Norma sosial lainnya mengikuti pola berikut ini. Beberapa kelompok yang sangat
berkuasa membuat norma mereka menjadi dominan, misalnya norma yang menganjurkan
hubungan heteroseksual, tidak kecanduan minuman keras, menghindari bunuh diri
karena alasan moral dan agama. Selain
akibat adanya Konflik dalam masyarakat yang menyebabkan masyarakat
menjadi dinamis untuk kemudian menimbulkan pertentangan kepentingan antara
kelompok dalam manifestisasi berkembang menjadi suatu kejahatan
terdapat hubungan social yang mengalami pasang surut , hubungan sosial
yang pasat surut didasarkan kepada pemikiran control sosial antar
individu dan masyarakat dengan individu.
Perspektif
control sosial terbatas untuk memberikan penjelasan terhadap suatu
delinkuensi dan suatu kejahatan kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab
kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat,
atau macetnya integrasi sosial. Kelompk-kelompok yang lemah ikatan sosialnya
(misalnya kelas bawah) cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat
dengan peraturan konvensional. Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok
konvensional, sedikit sekali kecenderungan menyimpang dari aturan-aturan
kelompoknya. Tapi jika ada jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan,
seseorang merasa lebih bebas untuk menyimpang dan melakukan kejahatan.
Pada
intinya memandang bahwa masyarakat penuh dengan konflik, kelompok yang dominan
yaitu kelompok yang menguasai agen-agen pemerintahan dan perangkat hukumnya
walaupun mereka minoritas; mereka merumuskan dan menerapkan aturan hukum untuk
melindungi kepentingan-kepentingannya atau mengalahkan kelompok-kelompok yang
melawan/menentang kepentingannya.
PENUTUP
- KESIMPULAN
Dalam
perkembangannya, kejahatan dapat dikatakan sebagai hasil dari suatu proses
rekayasa masyarakat baik dibidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain
sebagainya. Dengan kata lain mempelajari perkembangan kejahatan adalah
berguna untuk membangun kapasitas peran dalam antisipati dan bereaksi
terhadap semua fenomena kejahatan yang selalu dinamis dan berubah,
sehingga dengan demikian dapat dicegah kemunkinan timbulnya akibat-akibat yang
merugikan, baik bagi pelaku, korban maupun masyarakat secara keseluruhan,
sangat diharapkan tulisan ini dapat memberikan sumbangan-sumbangan dan ide-ide
yang dapat dipergunakan untuk memahami kejahatan dalam konsepsi sebagai
katalisator peradaban manusia.
- SARAN
Dalam
menyelesaiakan, makalah ini banyak hambatan dan tantangan dalam menyusun makalah ini yang menjadi suatu
keterbatasan kelompok kami dalam pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu berikan
saran dan kritik dalam pembuatan makalah ini. Dan makalah ini semoga bermanfaat
yang yang membacanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Adidjojo ,sukardjo. 1885 profesi ADVOKAT BAHANA. No.3
Alan Rugman, 2000. The
end of Globlization, London : Rondom House Business
Book.
<!-- Start of KOMISI GRATIS Script -->
<script type="text/javascript" src="https://komisigratis.com/ads.php?pub=68881"></script>
<!-- End of KOMISI GRATIS Script -->