Sunday, September 13, 2020
KETIKA MASALAH TAK KUNJUNG SELESAI.
<
Ketika masalah datang sendiri secara tiba -tiba, kita tidak bisa menolaknya dalam kehidupan ini. melewati sebuah masalah merupakan ujian terberat bagi kehidupan saya, untuk kita ambil jalan tengah. ketika mengambil sebuah keputusan yang begitu sulit untuk di putuskan. tapi apa daya, mau tidak mau kita harus mengambil keputusan yang sesuai dengan pikiran kita.
Hari - hari yang kita lewati, kita selalu ketemu dengan masalah yang tidak sesuai dengan tujuan kita. baik masalah pekerjaan, masalah keluarga, masalah kebutuhan dan lan - lain.semua itu masalah - masalah yang pernah ku temui dan saya pernah jalankan.
hidup memang, selalu di berangin dengan masalah yang tak kunjung selesai, yang selalu ada dalam kehidupan ini.
Apakah dengan masalah di kehidupan ini, yang selalu ada. kita harus menyerah dan putus asa dalam menjalankan kehidupan ini atau tidak berjuang lagi. tentu kita tak bisa lari dari kenyataan, apa yang terjadi biarlah yang terjadi.dan harus memiliki kepercayaan bahwa kita bisa melewatinya.
menjadi pribadi yang lebih kuat, dalam menghadapi masalah. tentu harus harus memiliki mindset yang kuat. yang terpenting dalam kehidupan ini yang selalu mengikuti gelombang kehidupan. dengan tidak menyerah ketika ada masalah, dan mencari jalan tengah atau solusinya.
Thursday, September 10, 2020
HIDUP INI PERJUANGAN
supriadi zalukhuDalam kehidupan ini, kita sering mengalami berbagai masalah yang muncul tiap langkah kita.dengan berbagai macam masalah yang kita hadapi, namun apa yang harus nya kita lakukan dalam kehidupan ini. ketika kita melihat masalah yang begitu berat kita jalanin dalam kehidupan ini.tetapi dalam pribadi kita yang terus ada masalah, bagaimana menyikapi hal tersebut.karena hidup ini pilihan dengan mengambil sebuah tindakan yang baik, sehingga nanti kita dapat mengambil keputusan yang lebih percaya bahwa tindakan yang kita ambil, tidak merugikan pribadi kita. untuk itu, kita sebagai pribadi yang kuat. kita harus berusaha yang terbaik dalam kehidupan kita, dengan berusaha memperbaiki kehidupan kita, agar lebih baik.
Thursday, May 28, 2020
cerita supriadi zalukhu.
p ada suatu hari, umurku sudah mencapai 6 ( enam ) tahun. sudah waktunya untuk bisa mendaftar untuk kesekolah, kelas 1 sd. karena sudah mencapai umur ku, maka orang tua saya segera mendaftar kan saya untuk kesekolah. akhirnya aku bisa kesekolah juga, kelas 1 sd. perjalanan pahit yang pernah saya rasakan di waktu itu, sungguh sangat tak terlupakan, seperti di bullyng sama teman - teman, harus melewati hutan belantara yang penuh lumpur hingga sampai kesekolah yang penuh dengan tanah yang menempel di baju dan begitu juga masalah keluarga yang jarang makan di rumah, karena mata pencaharian waktu itu tidak ada. di saat waktu duduk di bangku sekolah masa sd. baru aku bisa membaca hingga kelas enam sd, dari kelas 1 sampai dengan 6 sd, banyak sekali tantangan dan rintangan yang di berikan guru saya, seperti di suruh membaca, samapai - sampai akhirnya aku di pukul. karena tidak bisa membaca, lama kelamaan ahirnya aku bisa membaca dengan lancar ,hingga aku lulus sd dan melanjutkan di sekolah mengenah pertama.
ini lah cerita saya.
dan bagikan kepada teman teman anda.
"hidup ini perjuangan tanpa ada perjuangan maka, segala yang kita pikirkan hingga bakalan terjadi"
Friday, September 27, 2019
perkembangan kejahatan di indonesia
BAB I
PENDAHULUANA.
- Latar Belakang Masalah
Kejahatan
atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang” yang selalu ada dan
melekat pada tiap bentuk masyarakat.
Perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang
mendasari kehidupan atau keteraturan
sosial, dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial, dan merupakan
ancaman riil atau potensiil bagi berlangsungnya
ketertiban sosial. Kejahatan di samping
masalah kemanusiaan juga
merupakan masalah sosial, tidak hanya merupakan masalah bagi masyarakat tertentu, tetapi juga menjadi
masalah yang dihadapi oleh seluruh masyarakat
di dunia. Salah satu jenis kejahatan yang menonjol
adalah kejahatan terhadap harta benda
yaitu pencurian. Pengertian pencurian adalah pengambilan properti milik orang lain secara tidak sah tanpa seizin
pemilik.
Pelaku
tindak pidana pencurian ini biasa
disebut dengan pencuri dan tindakannya oleh masyarakat sering dikenal dengan istilah mencuri.
Pencurian terdiri dari dua unsur yaitu unsur
objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif tindak pidana pencurian terdiri dari perbuatan mengambil, objeknya
suatu benda, dan unsur keadaan yang
menyertai atau melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain. Unsur subjektif
dari tindak pidana pencurian antara lain
adalah adanya maksud, yang ditujukan untuk memiliki, dan dengan melawan hukum.
Indonesia
telah menetapkan sanksi pidana penjara dalam perundang undangan sebagai salah
satu sarana untuk menanggulangi masalah kejahatan, hal
ini merupakan salah satu bagian kebijakan kriminal atau politik kriminal, namun
kejahatan yang terjadi di masyarakat sepertinya sulit dihilangkan, meskipun dengan perangkat hukum dan undang-undang yang
dirumuskan oleh legislatif.
.
BAB
II
PEMBAHASAN
Keamanan
dan ketertiban adalah merupakan kebutuhan yang sangat mendasar karena tanpa
keamanan manusia sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejarah umat
manusia menerangkan betapa pentingnya arti dari keamanan , Manusia mencegah
berbagai bentuk ancaman dengan cara membentuk kelompok-kelompok sosial dengan
menciptakan berbagai cara dan metode untuk dapat mengaantisipasi
perkembangan Kejahatan itu sendiri dalam rangka menyelamatkan harta, benda dan
eksistensi peradaban manusia.
Sejarah
klasik menunjukan masyarakat Yunani saat itu telah
membentuk sebuah lembaga untuk menangani masalah yang ada dan berkembang
dalam masyarakat dimana badan yang dibentuk mereka namakan polisi,
yang terdiri dari beberapa unsur masyarakat untuk mengelola kelanggengan
peradaban yang dimiliki masyarakat Yunani dari ancaman baying baying peradaban
yang dimiliki masyarakat Yunani itu sendiri. Pada tahun 1829 Sir Robert Peel
membentuk organisasi Kepolisian modern guna penanggulangan kejahatan di London
masa itu, bentuk organisasi kepolisian modern di kepolisian di Inggris akhirnya
menjadi contoh berbagai negara didunia dalam rangka menciptakan
badan kepolisiannya untuk mencegah dan mengantisipasi perkembangan kejahatan di
tiap tiap Negara, tentunya dengan berbagai modifikasi dan penyesuaian system
menurut tata pemerintahan dan dinamika masing masing Negara.
Perkembangan
kejahatan sendiri merupakan study yang menarik , hal ini disebabkan karena
mempelajari perkembangan kejahatan adalah merupakan bentuk pembelajaran lain
dari hasil pencapaian suatu peradaban manusia , manakala diketahui bahwa
manifestasi kejahatan senantiasa berubah seiring perkembangan
kebudayaan dan peradaban manusia, tidak heran suatu bentuk kejahatan dimasa
lalu berpeluang mengalami perubahan penerimaan dan persepsi masyarakat seiring
perubahan persepsi masyarakat terhadap perbuatan yang dianggap sebagai
kejahatan atau bukan kejahatan
kejahatan selalu berkembang dan
tidak pernah statis mengikuti peradaban masyarakat “ Crime is the shadow of
civilization “ kejahatan adalah bayang peradaban sehingga masyarakat juga
senantiasa menghendaki organ pengendali kejahatan berupa Kepolisian melalui
kegiatan pemolisian dalam kaitan misi/tugas sebagai crime
Hunter dan Law enforcement dapat mengatasi dan mengendalikan kejahatan
agar tidak merusak dan menghancurkan peradaban.
Upaya
yang dilakukan oleh Polisi untuk mengenali fenomena kejahatan sebagai suatu
fenomena yang selalu berubah menuntut Polisi dapat mengidentifikasi elemen
penyebab suatu kejahatan dapat terjadi, secara dinamis terdapat elemen yang
berubah namun terkandung makna bahwa terdapat juga elemen kejahatan yang
senantiasa Universal menjadi batasan kejahatan dari masa ke masa.
- KEJAHATAN SELALU MEMERLUKAN KEHADIRAN AKTOR Walaupun kejahatan senantiasa berkembang , semakin kompleks dan mengglobal, namun setiap kejahatan senantiasa terdapat AKTOR- AKTOR KEJAHATAN , yang menyebabkan kejahatan sebagai proses yang tidak berkesudahan dimana Aktor Aktor Kejahatan hadir dari proses hulu ke hilir. Adanya aktor –aktor kejahatan dapat dijelaskan dalam pendekatan Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor/ pelaku kejahatan, dimana aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud ,artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan tersebut, aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan. Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor. Pelaku merupakan pembuat keputusan dimana individu memilih antara aktivitas kriminal dan aktivitas nonkriminal (legal) dengan dasar ekspektasi manfaat (utility) atas setiap aktivitas-aktivitas itu. Dapat diasumsikan bahwa keterlibatan dalam aktivitas kriminal adalah hasil dari perilaku optimalisasi individu terhadap insentif-insentif. . Dengan menetapkan sebuah persamaan untuk meraih insentif dalam keputusan untuk melakukan kejahatan adalah suatu langkah awal yang natural dalam analisis atas kejahatan sebagai suatu model Yang paling penting dari ini semua adalah ganjaran (reward) yang relatif dari aktivitas kriminal dan aktivitas legal. Sebagai contoh, pelaku kejahatan melakukan aksi kriminal jika ekspektasi keuntungan dari aktivitas kriminal melebihi keuntungan dari aktivitas legal, pada umumnya bekerja. Di antara segala faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk terlibat dalam aktivitas kriminal adalah
1. ekspektasi
keuntungan dari kejahatan dan gaji dari suatu pekerjaan (legal work);
2. kemungkinan
(risiko) tertangkap dan dituntut;
3. panjangnya
hukuman;
4. kesempatan
dalam aktivitas legal Keputusan berbuat untuk melakukan kejahatan menurut
Rational Choice Theory / Teori Pilihan Nasional dari Gary Becker ( 1968 )
adalah terletak dari pelaku kejahatan itu sendiri. pilihan-pilihan langsung
serta keputusan-keputusan yang dibuat relatif oleh para pelaku tindak pidana
bagi yang terdapat baginya. Pilihan rasional berarti pertimbangan-pertimbangan
yang rasional dalam menentukan pilihan perilaku yang kriminal atau non
kriminal, dengan kesadaran bahwa ada ancaman pidana apabila perbuatannya yang
kriminal diketahui dan dirinya diprotes dalam peradilan pidana.
B.
KEJAHATAN BUKAN FENOMENA TIBA –TIBA,
TETAPI TERJADI DENGAN SEBUAH MODUS OPERANDI
senantiasa
terdapat modus operandi / cara melakukan kejahatan , kaitan kekekalan
cara bukan menunjuk kepada bagaimana kejahatan dilakukan
tetapi kejahatan terjadi bila ada hal yang harus dilakukan oleh aktor
kejahatan untuk memulai dan melakukan kejahatan. Unsur –unsur yang membentuk
terjadinya suatu kejahatan adalah mempunyai akibat-akibat atau
kerugian nyata, adanya akibat atau kerugian tersebut adalah sesuatu yang
dilarang dalam undang undang, terdapat perbuatan nyata dengan mens
rea sebagai maksud jahat untuk mendorong suatu perbuatan menjadi memiliki
hubungan dengan perbuatan atau kejadaian yang bisa menjelaskan kausalitas
hubungan perbuataan dengan kerugian serta adanya Sanksi sebagai bentuk
pembalasan terhadap pelanggaran undang undang. Perkembangan kejahatan tidak
terlepas dari perkembangan zaman yang juga akan melahirkan kemajuan teknologi.
Manusia tidak akan cepat merasa puas dengan apa yang telah diperoleh
sehingga tetap saja melakukan kejahatan. Munculnya teknologi canggih sangat
memudahkan terciptanya jenis kejahatan baru pula sehingga kejahatan yang kita
kenal tidak hanya berupa kejahatan yang konvensional saja. Selain memiliki demensi lokal, nasional dan
regional kejahatan juga dapat menjadi masalah internasional, karena seiring
dengan kemajuan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi yang canggih,
modus operandi kejahatan masa kini dalam waktu yang singkat dan dengan
mobilitas yang cepat dapat melintasi batas-batas negara (borderless countries).
Inilah yang dikenal sebagai kejahatan yang berdimensi transnasional / lintas
Negara. Sebagai contoh misalnya
terjadinya tindak pidana perbankan Tindak pidana tersebut bahkan tidak hanya
melibatkan masyarakat golongan ekonomi lemah. Kebanyakan jenis kejahatan baru
yang muncul tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang yang berintelek tinggi.
C.
KEJAHATAN MERUPAKAN KUALITAS DARI
REAKSI ATAU TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP TINGKAH LAKU SESEORANG Persepsi masyarakat terhadap suatu
perbuatan yang memiliki dampak terhadap masyarakat itu sendiri dinilai dari
apakah perbuatan tersebut memiliki akibat yang diinginkan atau tidak
diinginkan , dijelaskan dalam TEORI LABELLING oleh MICHOLOWSKY, bahwa
kejahatan merupakan kualitas dari reaksi atau tanggapan masyarakat terhadap
tingkah laku seseorang bukan merupakan kualitas dari tingkah laku seseorang.
Sehingga apabila masyarakat menilai suatu perbuatan menimbulkan
suatu penderitaan maka saat itulah perbuatan tadi dianggap sebagai kejahatan. Reaksi masyarakat terhadap suatu
kejahatan yang dilakukan seseorang menyebabkan reaksi seseorang itu
sebagai suatu kejahatan dengan pelaku / Aktor perbuatan mendapat CAP /
label penjahat , sehingga dengan adanya CAP / label penjahat menyebabkan
masyarakat memperlakukan AKTOR kejahatan seperti seharusnya memperlakukan
pelaku kejahatan dari masa kemasa dengan memberikan hukuman maupun
perlakuan khusus berbeda dengan masyarakat secara luas.Umumnya tingkah laku
seseorang yang dicap jahat menyebabkan pelaku kejahatan diperlakukan
sebagai penjahat sebagaimana mestinya dalam proses interaks social , interaksi
dapat diartikan hubungan timbal balik antara individu, antar kelompok serta
antar individu dengan kelompok. Kelompok selalu mengawasi dan
berusaha untuk menyeimbangkan perilaku individu-individunya sehingga menjadi
suatu perilaku yang kolektif. Dalam perkembangan lebih lanjut aliran ini
melahirkan teori “kriminologi Marxis” dengan dasar 3 hal utama yaitu;
1. bahwa
perbedaan bekerjanya hukum merupakan pencerminan dari kepentingan rulling
class.
2. kejahatan
merupakan akibat dari proses produksi dalam masyarakat,
3.
hukum pidana dibuat untuk mencapai kepentingan ekonomi
dari rulling class Sebagai akibat
perlakuan khusus dalam pola interaksi terhadap pelaku kejahatan
melahirkan kecenderungan di mana seseorang atau kelompok yang dicap
sebagai penjahat akan menyesuaikan diri dengan cap yang disandangnya.Tidaklah
salah kiranya, bahwa pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah laku
yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan serta perlu mendapat sanksi pidana
D.
KEJAHATAN SELALU MENIMBULKAN
KORBAN DAN PENDERITAAN Akibat yang dirasakan sebagai suatu
penderitaan merupakan representasi dari Universalitas hasrat pribadi manusia
untuk tidak mau menjadi korban perbuatan yang menimbulkan penderitaan walaupun
sesungguhnya kejahatan merupakan wajah PROTAGONIS PRIBADI manusia yang
ingin ditutupi, disembunyikan dan dihilangkan dalam peradaban , senantiasa
terjadi perlawanan dalam berbagai eskalasi terhadap eksistensi kejahatan ,
perang terhadap kejahatan merupakan perang yang tidak pernah berhenti
sesuai eksistensi kejahatan yang senantiasa langgeng sebagai bayang
bayang peradaban. Individu dan kelompok dalam masyarakat seperti itu
harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk penyesuaian diri itu bisa jadi
sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang menganut norma-norma masyarakat dalam
waktu yang lama, sementara orang atau kelompok lainnya melakukan penyimpangan.
Kelompok yang mengalami lebih banyak ketegangan karena ketidak seimbangan ini
(misalnya orang-orang kelas bawah) lebih cenderung mengadaptasi penyimpangan daripada
kelompok lainnya. Teori
anomi menempatkan ketidak seimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai
penyebab penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan daripada
cara-cara yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya dalam masyarakat. Merton mengemukakan saat masyarakat
ingin mengatasi kondisi Anomie akibat eksistensi kejahatan sebagai
wajah protagonist peradaban manusia, adalah dengan melakukan Konformitas di mana masyarakat
bisa menerima tujuan mengapa kejahatan dilakukan dan
bagaimana mengijinkan sarana yang boleh digunakan pelaku kejahatan yang
terdapat dalam masyarakat karena adanya tekanan kondisi dalam masyarakat itu
sendiri, sebagai ilustrasi adalah ketika masyarakat menilai bahwa hak
untuk membentuk keluarga kecil dengan sedikit anak akhirnya masyarakat sendiri
yang melegalkan upaya pembatasan kehamilan melalui program
kontrasepsi melalaui prosedur dan metode yang dilegalkan. Bentuk reaksi masyarakat terkait
upaya penghindaran diri sebagai korban kejahatan berikutnya adalah dengan
mengadakan pembaharuan / INOVASI sebagai
bentuk penyesuaian di mana masyarakat mengakui bahwa kejahatan dilakukan dengan
tujuan tertentu sehingga untuk mencegah eksistensi tercapai suatu tujuan
jahat , masyarakat berinisiatif mengubah sarana-sarana yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan tersebut atau setidaknya mempersulit pelaku kejahatan
mewujudkan tujuan melakukan suatu kejahatan yang ingin dicapai,
implementasi reaksi ini kemudian berkembang dalam ilmu pencegahan kejahatan
dengan konsep Primary, Secondary dan tertiary Crime Prevention. Ritualism dikenal
sebagai bentuk penyesuaian masyarakat atas kondisi anomie yang
terjadi melalui penyesuaian diri dengan norma-norma yang mengatur sarana-sarana
sah dalam upaya mencegah diri sebagai korban kejahatan, meski demikian mereka
meredakan ketegangan / tekanan mereka dengan menurunkan skala aspirasi-aspirasi
masyarakat terhadap rasa aman dan terbebas dari ketakutan terhadap
kejahatan sampai di titik yang dapat dicapai dengan mudah. Praktek
penggunaan sarana Transportasi umum bisa menjelaskan konsep Ritualisme dalam
mengaantisipasi kemungkinan menjadi korban kejahatan , masyarakat memahami
bahwa angkutan umum bukan merupakan sarana yang nyaman dan aman
sehingga penggunaan sarana angkutan umum tadi dilakukan secara
beramai-ramai dan hanya pada jam jam tertentu saja. Ketika
kondisi masyarakat makin tertekan oleh harapan-harapan sosial yang ditunjukan
oleh gaya hidup konvensional, masyarakat berusaha melepaskan kesetiaan baik
kepada cultural succes goal maupun legitimate means, Retreatisme sebagai
wujud cara masyarakat untuk keluar dari masalah dengan melarikan diri dari
syarat-syarat masyarakat dengan berbagai cara yang menyimpang. Bunuh diri
merupakan penarikan diri yang paling puncak. Eksistensi
real yang paling keras terkait dengan upaya menghindarkan diri menderita akibat
suatau kejahatan dalam masyarakat adalah dengan Rebellion :
suatu adaptasi di mana tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat
di tolak dan berusaha untuk mengganti / mengubah seluruhnya.
E.
KEJAHATAN SEBAGAI FENOMENA GUNUNG ES
REALITAS MASYARAKAT.
Kejahatan
selalu berada di titik puncak Gunung es dalam dinamika peradaban manusia
, titik puncak gunung es sebagai resultan atas permasalahan hubungan
antar dan inter manusia dalam masyarakat. Eksistensi Konflik dalam
masyarakat dapat dijelaskan melalui pendekatan Teori konflik. Bahwa
penyimpangan yang paling banyak diaplikasikan kepada kejahatan, walaupun banyak
juga digunakan dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. teori penjelasan
norma, peraturan dan hukum daripada penjelasan perilaku yang dianggap melanggar
peraturan. Peraturan datang dari individu dan kelompok yang mempunyai kekuasaan
yang mempengaruhi dan memotong kebijakan publik melalui hukum. Kelompok-kelompok elit menggunakan
pengaruhnya terhadap isi hukum dan proses pelaksanaan sistem peradilan pidana.
Norma sosial lainnya mengikuti pola berikut ini. Beberapa kelompok yang sangat
berkuasa membuat norma mereka menjadi dominan, misalnya norma yang menganjurkan
hubungan heteroseksual, tidak kecanduan minuman keras, menghindari bunuh diri
karena alasan moral dan agama. Selain
akibat adanya Konflik dalam masyarakat yang menyebabkan masyarakat
menjadi dinamis untuk kemudian menimbulkan pertentangan kepentingan antara
kelompok dalam manifestisasi berkembang menjadi suatu kejahatan
terdapat hubungan social yang mengalami pasang surut , hubungan sosial
yang pasat surut didasarkan kepada pemikiran control sosial antar
individu dan masyarakat dengan individu.
Perspektif
control sosial terbatas untuk memberikan penjelasan terhadap suatu
delinkuensi dan suatu kejahatan kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab
kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat,
atau macetnya integrasi sosial. Kelompk-kelompok yang lemah ikatan sosialnya
(misalnya kelas bawah) cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat
dengan peraturan konvensional. Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok
konvensional, sedikit sekali kecenderungan menyimpang dari aturan-aturan
kelompoknya. Tapi jika ada jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan,
seseorang merasa lebih bebas untuk menyimpang dan melakukan kejahatan.
Pada
intinya memandang bahwa masyarakat penuh dengan konflik, kelompok yang dominan
yaitu kelompok yang menguasai agen-agen pemerintahan dan perangkat hukumnya
walaupun mereka minoritas; mereka merumuskan dan menerapkan aturan hukum untuk
melindungi kepentingan-kepentingannya atau mengalahkan kelompok-kelompok yang
melawan/menentang kepentingannya.
PENUTUP
- KESIMPULAN
Dalam
perkembangannya, kejahatan dapat dikatakan sebagai hasil dari suatu proses
rekayasa masyarakat baik dibidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain
sebagainya. Dengan kata lain mempelajari perkembangan kejahatan adalah
berguna untuk membangun kapasitas peran dalam antisipati dan bereaksi
terhadap semua fenomena kejahatan yang selalu dinamis dan berubah,
sehingga dengan demikian dapat dicegah kemunkinan timbulnya akibat-akibat yang
merugikan, baik bagi pelaku, korban maupun masyarakat secara keseluruhan,
sangat diharapkan tulisan ini dapat memberikan sumbangan-sumbangan dan ide-ide
yang dapat dipergunakan untuk memahami kejahatan dalam konsepsi sebagai
katalisator peradaban manusia.
- SARAN
Dalam
menyelesaiakan, makalah ini banyak hambatan dan tantangan dalam menyusun makalah ini yang menjadi suatu
keterbatasan kelompok kami dalam pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu berikan
saran dan kritik dalam pembuatan makalah ini. Dan makalah ini semoga bermanfaat
yang yang membacanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Adidjojo ,sukardjo. 1885 profesi ADVOKAT BAHANA. No.3
Alan Rugman, 2000. The
end of Globlization, London : Rondom House Business
Book.
<!-- Start of KOMISI GRATIS Script -->
<script type="text/javascript" src="https://komisigratis.com/ads.php?pub=68881"></script>
<!-- End of KOMISI GRATIS Script -->
Tuesday, September 24, 2019
Sistem pengendalian sosial ( social control ) dan ciri – ciri umum lembaga kemasyarakatan
A.
Sistem Penengendalian Sosial
(Sosial Control)
Pengendalian
sosial dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya
(misalnya seorang ibu
medidik anak-anaknya untuk menyesuaikan diri pada kaidah kaidah dan nilai-nilai
yang berlaku) atau mungkin dilakukan oleh individu terhadap suatu kelompok
sosial (umpamanya, seorang dosen pada perguruan tinggi memimpin beberapa orang
mahasiswa di dalam kuliah-kuliah kerja). Seterusnya pengendalian sosial dapat
dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya, atau oleh suatu
kelompok terhadap individu. Itu semuanya merupakan proses pengendalian sosial
yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari - hari, walau sering kali manusia
tidak menyadari. Dengan demikian, pengendalian sosial terutama bertujuan untuk
mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam
masyarakat. Atau, suatu sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai
keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan
keadilan/kesebandingan. Dari sudut sifatnya dapatlah dikatakan bahwa
pengendalian sosial dapat bersifat preventif atau represif, atau bahkan
kedua-duanya. Prevensi merupakan suatu usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan
pada keserasian antara kepastian dengan keadilan. Sementara itu, usaha-usaha
yang represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami
gangguan. Usaha-usaha preventif, misalnya dijalankan melalui proses
sosialisasi, pendidikan formal, dan informal. Sementara itu, represif berwujud
penjatuhan sanksi terhadap para warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang
dari kaidah-kaidah yang berlaku. Cara yang sebaiknya diterapkan di dalam suatu
masyarakat yang secara relatif berbeda dalam keadaan tentram, cara-cara persuasive mungkin akan lebih efektif
dari pada penggunaan paksaan karena di dalam masyarakat yang tentram, sebagian
kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga atau bahkan mendarah daging di
dalam diri para warga masyarakat. Keadaan demikian bukanlah dengan sendirinya
berarti bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan. Paksaan lebih sering
diperlukan di dalam masyarakat yang berubah karena di dalam keadaan seperti itu
pengendalian sosial juga berfungsi untuk membentuk kaidah-kaidah baru yang menggantikan
kaidah-kaidah lama yang telah goyah. Namun demikian, cara-cara kekerasan ada
pula batas-batasnya dan tidak selalu dapat diterapkan karena biasanya kekerasan
atau paksaan akan melahirkan reaksi negatif, setidak-tidaknya secara potensial.
Reaksi yang negatif selalu akan mencari kesempatan dan menunggu saat di mana agent of social control berada di
dalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan diterapkan, hasilnya bukan
pengendalian sosial yang akan melembaga, tetapi cara paksaan lah yang akan
mendarah daging serta berakar kuat. Di samping cara-cara tersebut di atas,
dikenal pula teknik-teknik seperti complution
dan pervation. Di dalam compultion, diciptakan situasi
sedemikian rupa sehingga seseorang terpaksa taat atau mengubah sikapnya, yang
menghasilkan kepatuhan secara tidak langsung. Pada pervasion, penyampaian norma atau nilai yang ada diulang-ulang
sedemikian rupa dengan harapan hal tersebut masuk dalam aspek bawah sadar
seseorang. Dengan demikian, orang tadi akan mengubah sikapnya sehingga serasi
dengan hal-hal yang diulang-ulang penyampaiannya itu. Pendidikan, baik di
sekolah maupun di luar sekolah, merupakan salah satu alat pengendalian sosial
yang telah melembaga baik pada masyarakat bersahaja maupun yang sudah kompleks.
Hukum di dalam arti luas juga merupakan pengendalian sosial yang biasanya
dianggap paling ampuh karena lazimnya disertai dengan sanksi tegas yang
berwujud penderitaan dan dianggap sebagai sarana formal. Perwujudan
pengendalian sosial mungkin adalah pemidanaan,
kompensasi, terapi ataupun konsiliasi. Standar atau patokan
pemidanaan adalah suatu larangan yang apabila dilanggar akan mengakibatkan
penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya. Dalam hal ini
kepentingan-kepentingan seluruh kelompok masyarakat dilanggar sehingga
inisiatif datang dari seluruh warga kelompok (yang mungkin dikuasakan kepada
pihak-pihak tertentu). Pada kompensasi, standar atau patokannya adalah
kewajiban, di mana inisiatif untuk memprosesnya ada pada pihak yang dirugikan.
Pihak yang dirugikan akan meminta ganti rugi karena pihak lawan melakukan
cedera janji. Di sini ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang sehingga
halnya dengan pemidanaan, sifatnya adalah akusator. Berbeda dengan kedua hal
tersebut di atas, terapi maupun konsiliasi sifatnya remedial, artinya bertujuan mengembalikan situasi pada keadaan
semula (yakni sebelum terjadinya perkara atau sengketa). Hal yang pokok
bukanlah siapa yang menang atau siapa yang kalah, tetapi yang penting adalah
menghilangkan keadaan yang tidak menyenangkan bagi para pihak (yang berarti
adanya gangguan). Dengan demikian, pada terapi dan konsiliasi, standarnya
adalah normalitas dan keserasian atau harmoni. Pada terapi, korban mengambil
inisiatif sendiri untuk memperbaiki dirinya dengan bantuan pihak-pihak
tertentu, misalnya, pada kasus penyalahgunaan obat bius, di mana korban
kemudian sadar dengan sendirinya. Pada konsiliasi, masing-masing pihak yang
bersengketa mencari upaya untuk menyelesaikannya, baik secara kompromistis
ataupun dengan mengundang pihak ketiga. Dengan adanya norma-norma tersebut, di
dalam setiap masyarakat diselenggarakan pengendalian sosial atau social control. Lazimnya yang
diterapkan terlebih dahulu adalah pengendalian sosial yang dianggap paling
lunak, misalnya, nasihat-nasihat yang tidak mengikat. Taraf selanjutnya adalah
menerapkan pengendalian sosial yang keras. Di dalam proses tersebut, norma
hukum sebaiknya diterapkan pada tahap terakhir apabila sarana-sarana lain tidak
menghasilkan tujuan yang ingin dicapai. Sudah tentu bahwa di dalam penerapannya
senantiasa harus diadakan telaah terhadap masyarakat atau bagian masyarakat
yang dihadapi.
B. Ciri-ciri
Umum Lembaga Kemasyarakatan
Gillin
di dalam karyanya yang berhudul General
Features of Social Institution, telah menguraikan beberapa ciri umum
lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut
:
1.
lembaga kemasyarakatan adalah organisasi
pola-pola pemikiran dan polapola perilaku yang terwujud melalui
aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan
terdiri dari adat istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan, serta unsur-unsur
kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam
satu unit yang fungsional.
2.
Suatu tingkat kekekalan tertentu
merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan
aneka macam tindakan baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah
melewati waktu relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru
akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan.
Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama karena pada umumnya
orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan
pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara.
3.
Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu
atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau
sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan apabila dipandang dari sudut
kebudayaan secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat
penting karena tujuan suatu lembaga merupakan tujuan pula bagi golongan
masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang
teguh padanya. Sebaliknya, fungsi solsial lembaga tersebut, yaitu peranan
lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat mungkin tak
diketahui atau disadarisetelah diwujudkan, yang kemudian ternyata berbeda
dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan, yang bertujuan untuk
mendapatkan tenaga buruh yang semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan
ternyata sangat mahal.
4.
Lembaga kemasyarakatan mempunyai
alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga
bersangkutan, seperti bangunan, peralatan, mesin, dan lain sebagainya. Bentuk
serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat
dengan masyarakat lain. Misalnya, gergaji jepang dibuat sedemikian rupa
sehingga alat tersebut akan memotong apabila ditarik. Sebaliknya gerjagi
Indonesia baru memotong apabila didorong.
5.
Lambang-lambang biasanya juga merupakan
ciri khas lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simbolis
menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh,
masing-masing kesatuan-kesatuan angkatan bersenjata, mempunyai panji-panji;
perguruan-perguruan tinggi seperti universitas, institut, dan lain-lainnya
mempunyai lambang-lambangnya dan lain-lain lagi. Kadang-kadang lambang tersebut
berwujud tulisan-tulisan atau slogan-slogan.
6.
Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai
tradisi tertulis ataupun yang tak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata
tertib yang berlaku, dan lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi
lembaga itu di dalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok
masyarakat, di mana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya. Secara
menyeluruh ciri-ciri tersebut dapat diterapkan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan tertentu, seperti perkawinan. Sebagai suatu lembaga
kemasyarakatan, perkawinan mungkin mempunyai fungsi-fungsi di antaranya :
a.
Sebagai pengatur perilaku seksual
manusia dalam pergaulan hidupnya.
b.
Sebagai pengatur pemberian hak dan
kewajiban bagi suami, istri, dan juga anak-anaknya
c.
Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
kawan hidup karena secara naluriah manusia senantiasa berhasrat untuk hidup
berkawan.
d.
Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
bermateriil
e.
Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
prestise
f.
Di dalam hal-hal tertentu, untuk
memelihara interaksi antar kelompok sosial.
C.
Tipe-tipe Lembaga Kemasyarakatan
Menurut
Gillin, lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi dapat di klasifikasi
sebagai berikut.
1.
Crescive institutions
dan
enacted institutions merupakan
klasifikasi dari sudut perkembangannya. Crescive
institutions yang juga disebut lembagalembaga paling primer merupakan
lembaga-lembaga yang secara tak disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat.
Contohnya adalah hak milik, perkawinan, agama, dan seterusnya.
2.
Dari sudut sistem nilai-nilai yang
diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas basic institutions dan subsidiary
institutions. Basic
institutions dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting
untuk mmeelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Dalam
masyarakat Indonesia, misalnya keluarga, sekolah-sekolah, negara, dan lainnya
dianggap sebagai basic institutions yang
pokok. Sebaliknya adalah subsidiary
institution yang dianggap kurang penting seperti misalnya
kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
3.
Dari sudut penerimaan masyarakat dapat
dibedakan approved atau social sanctioned institutions dengan
unsanctioned institutions. Approved atau social sanctioned institution merupakan lembaga-lembaga yang
diterima masyarakat seperti misalnya sekolah, perusahaan dagang, dan lain-lain.
Sebaliknya adalah unsanctioned
institution yang ditolak oleh masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang
tidak berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras, pencoleng,
dan sebagainya.
4.
Pembedaan antara general institution dengan restricted institution timbul apabila klasifikasi tersebut
didasarkan pada faktor penyebarannya. Misalnya agama merupakan suatu general institution, karena dikenal
oleh hampir semua masyarakat dunia. Sementara itu, agama Islam, Protestan,
Katolik, Budha, dan lain-lainnya merupakan restricted institution karena dianut oleh masyarakat-masyarakat
tertentu di dunia ini.
5.
Berdasarkan fungsinya, terdapat
pembedaan antara operative institutiondan
regulative institution. Operative
institution berfungsi sebagai Unknown di 13.53 lembaga yang menghimpun
pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang
bersangkutan, seperti misalnya lembaga industrialisasi. Regulative institution, bertujuan untuk mengawasi adat istiadat
atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Suatu
contoh adalah lembaga-lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan, dan
sebagainya. Klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyarakatan tersebut menunjukan
bahwa di dalam setiap masyarakat akan dijumpai bermacam-macam lembaga
kemasyarakatan.
D. Cara-cara
Mempelajari Lembaga Kemasyarakatan
1.
Analis secara historis
Analis secara historis
bertujuan meneliti sejarah timbul dan perkembangan suatu lembaga kemasyarakatan
tertentu. Misalnya diselidiki asal mula serta perkembangan lembaga demokrasi,
perkawinan yang monogami, keluarga batih, dan lain sebagainya.
2.
Analis komparatif
Analis komparatif
bertujuan menelaah suatu lembaga kemasyarakatan tertentu dalam berbagai
masyarakat berlainan ataupun berbagai lapisan sosial masyarakat tersebut.
Bentuk-bentuk milik, praktik-praktik pendidikan kanakkanak dan lainnya. banyak
ditelaah secara komparatif. Cara analisis ini banyak sekali digunakan oleh para
ahli antropologi seperti Ruth Benedict, Margaret Mead, dan lain-lain.
3.
Analis fungsional
Lembaga-lembaga
kemasyarakatan dapat pula diselidiki dengan jalan menganalisis hubungan antara
lembaga-lembaga tersebut di dalam suatu masyarakat tertentu. Pendekatan ini,
yang lebih menekankan hubungan fungsionalnya, sering kali mempergunakan
analisis-analisis historis dan komparatif. Sesungguhnya suatu lembaga
kemasyarakatan tidak mungkin hidup sendiri terlepas dari lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya. Misalnya penelitian tentang lembaga perkawinan mau tak
mau akan menyangkut pula penelitian terhadap lembaga pergaulan muda-mudi,
lembaga keluarga, lembaga harta perkawinan, lembaga kewarisan, dan lain
sebagainya. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga pendekatan
tersebut bersifat saling melengkapi. Artinya, di dalam meneliti lembaga-lembaga
kemasyarakatan, salah satu pendekatan akan dipakai sebagai alat pokok,
sedangkan yang lain bersifat sebagai tambahan untuk melengkapi kesempurnaan
cara-cara penelitian.
BLOG
POST ( Supriadi Zalukhu )
IDENTITAS:
Nama : Supriadi Zalukhu
Status :
Mahasiswa
Tempat/Tanggal
Lahir : Ononamölö/ 25 Juni
1998
No.hp : 085370545085
Monday, September 23, 2019
manfaat teknologi
Secara umum, manfaat
teknologi informasi antara lain :
1.
Memudahkan
kita dalam memperoleh informasi serta melakukan komunikasi
Memudahkan
kita dalam memperoleh informasi serta melakukan komunikasi- Terbukanya
peluang bisnis yang baru,
- Adanya
peningkatan kualitas serta kuantitas pelayanan publik,
- Adanya
peningkatan layanan informasi jarak jah dalam bidang kesehatan
(telemedicine),
- Terciptanya
e-Learning sebagai salah satu sarana dalam memperbaiki sistem
pendidikan,
- Terciptanya
lapangan pekerjaan,
7.
Memperkaya ilmu dan pengetahuan dalam semua bidang termasuk dalam aspek
kebudayaan,
8.
Terdorongnya proses demokrasi dalam segala hal.
Manfaat teknologi informasi begitu luas,
sehingga tidak bisa Paseban paparkan secara detil satu
persatu, tetapi selain manfaat teknologi informasi secara umum terdapat
beberapa manfaat teknologi informasi yang bisa kita rasakan dalam beberapa
bidang seperti dalam bidang pendidikan baik untuk peserta didik maupun untuk
penyelenggara pendidikan, juga dalam bidang pemerintahan, telecenter bagi
masyarakat dan lain lain sebagainya.
Subscribe to:
Comments (Atom)
Perumusan Pancasila
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, lahir dari proses perumusan yang panjang dan melibatkan banyak pihak. Pada masa awal kemerdekaan ...
