Thursday, May 28, 2020

cerita supriadi zalukhu.

p ada suatu hari, umurku sudah mencapai 6 ( enam ) tahun. sudah waktunya untuk bisa mendaftar untuk kesekolah, kelas 1 sd. karena sudah mencapai umur ku, maka orang tua saya segera mendaftar kan saya untuk kesekolah. akhirnya aku bisa kesekolah juga, kelas 1 sd. perjalanan pahit yang pernah saya rasakan di waktu itu, sungguh sangat tak terlupakan, seperti di bullyng sama teman - teman, harus melewati hutan belantara yang penuh lumpur hingga sampai kesekolah yang penuh dengan tanah yang menempel di baju dan begitu juga masalah keluarga yang jarang makan di rumah, karena mata pencaharian waktu itu tidak ada. di saat waktu duduk di bangku sekolah masa sd. baru aku bisa membaca hingga kelas enam sd, dari kelas 1 sampai dengan 6 sd, banyak sekali tantangan dan rintangan yang di berikan guru saya, seperti di suruh membaca, samapai - sampai akhirnya aku di pukul. karena tidak bisa membaca, lama kelamaan ahirnya aku bisa membaca dengan lancar ,hingga aku lulus sd dan melanjutkan di sekolah mengenah pertama. ini lah cerita saya. dan bagikan kepada teman teman anda. "hidup ini perjuangan tanpa ada perjuangan maka, segala yang kita pikirkan hingga bakalan terjadi"

Friday, September 27, 2019

perkembangan kejahatan di indonesia


BAB I
PENDAHULUANA.
  1. Latar Belakang Masalah  
Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari  “perilaku menyimpang” yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk  masyarakat. Perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata  atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau  keteraturan sosial, dapat menimbulkan ketegangan individual maupun  ketegangan-ketegangan sosial, dan merupakan ancaman riil atau potensiil bagi  berlangsungnya ketertiban sosial. Kejahatan di samping  masalah kemanusiaan  juga merupakan masalah sosial, tidak hanya merupakan masalah bagi  masyarakat tertentu, tetapi juga menjadi masalah yang dihadapi oleh seluruh  masyarakat di dunia.   Salah satu jenis kejahatan yang menonjol adalah kejahatan terhadap  harta benda yaitu pencurian. Pengertian pencurian adalah pengambilan properti  milik orang lain secara tidak sah tanpa seizin pemilik.
Pelaku tindak pidana  pencurian ini biasa disebut dengan pencuri dan tindakannya oleh masyarakat  sering dikenal dengan istilah mencuri. Pencurian terdiri dari dua unsur yaitu  unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif tindak pidana pencurian  terdiri dari perbuatan mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur keadaan  yang menyertai atau melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagian atau  seluruhnya milik orang lain. Unsur subjektif dari tindak pidana pencurian  antara lain adalah adanya maksud, yang ditujukan untuk memiliki, dan dengan  melawan hukum. 
Indonesia telah menetapkan sanksi pidana penjara dalam perundang undangan sebagai salah satu sarana untuk menanggulangi masalah kejahatan,   hal ini merupakan salah satu bagian kebijakan kriminal atau politik kriminal,   namun kejahatan yang terjadi di masyarakat sepertinya sulit dihilangkan,  meskipun dengan  perangkat hukum dan undang-undang yang dirumuskan oleh  legislatif.





.
BAB II
PEMBAHASAN
            Keamanan dan ketertiban adalah merupakan kebutuhan yang sangat mendasar karena tanpa keamanan manusia sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejarah umat manusia menerangkan betapa pentingnya arti dari keamanan , Manusia mencegah berbagai bentuk ancaman dengan cara membentuk kelompok-kelompok sosial dengan  menciptakan berbagai cara dan metode untuk dapat mengaantisipasi perkembangan Kejahatan itu sendiri dalam rangka menyelamatkan harta, benda dan eksistensi peradaban manusia.                     
Sejarah klasik menunjukan  masyarakat  Yunani   saat itu telah membentuk sebuah lembaga untuk menangani masalah yang ada dan berkembang  dalam masyarakat dimana badan yang dibentuk  mereka namakan  polisi, yang terdiri dari beberapa unsur masyarakat untuk mengelola kelanggengan peradaban yang dimiliki masyarakat Yunani dari ancaman baying baying peradaban yang dimiliki masyarakat Yunani itu sendiri. Pada tahun 1829 Sir Robert Peel membentuk organisasi Kepolisian modern guna penanggulangan kejahatan di London masa itu, bentuk organisasi kepolisian modern di kepolisian di Inggris akhirnya menjadi  contoh  berbagai negara didunia dalam rangka menciptakan badan kepolisiannya untuk mencegah dan mengantisipasi perkembangan kejahatan di tiap tiap Negara, tentunya dengan berbagai modifikasi dan penyesuaian system menurut tata pemerintahan dan dinamika masing masing Negara.                                                                                     
Perkembangan kejahatan sendiri merupakan study yang menarik , hal ini disebabkan karena mempelajari perkembangan kejahatan adalah merupakan bentuk pembelajaran lain dari hasil pencapaian suatu peradaban manusia , manakala diketahui bahwa  manifestasi  kejahatan senantiasa  berubah seiring perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia, tidak heran suatu bentuk kejahatan dimasa lalu berpeluang mengalami perubahan penerimaan dan persepsi masyarakat seiring perubahan persepsi masyarakat terhadap perbuatan yang dianggap sebagai kejahatan atau bukan kejahatan                                                             
kejahatan selalu berkembang dan tidak pernah statis mengikuti peradaban masyarakat “ Crime is the shadow of civilization “ kejahatan adalah bayang peradaban  sehingga masyarakat juga senantiasa menghendaki organ pengendali kejahatan berupa Kepolisian  melalui kegiatan pemolisian dalam  kaitan  misi/tugas sebagai  crime Hunter dan Law  enforcement dapat mengatasi dan mengendalikan kejahatan  agar tidak merusak dan menghancurkan peradaban.                                                                                                         
Upaya yang dilakukan oleh Polisi untuk mengenali fenomena kejahatan sebagai suatu fenomena yang selalu berubah menuntut Polisi dapat mengidentifikasi elemen penyebab suatu kejahatan dapat terjadi, secara dinamis terdapat elemen yang berubah namun terkandung makna bahwa terdapat juga elemen  kejahatan yang senantiasa Universal menjadi batasan kejahatan dari masa ke masa.
  1. KEJAHATAN SELALU MEMERLUKAN KEHADIRAN  AKTOR                         Walaupun  kejahatan senantiasa berkembang , semakin kompleks dan mengglobal, namun setiap kejahatan senantiasa terdapat AKTOR- AKTOR KEJAHATAN , yang  menyebabkan kejahatan sebagai proses yang tidak berkesudahan  dimana  Aktor  Aktor Kejahatan hadir dari proses hulu ke hilir. Adanya aktor –aktor kejahatan dapat dijelaskan dalam pendekatan Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor/ pelaku kejahatan, dimana aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud ,artinya aktor mempunyai tujuan dan tindakan tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan tersebut, aktorpun dipandang mempunyai pilihan atau nilai serta keperluan.                                                                                                      Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor, yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tingkatan pilihan aktor.                                                                                Pelaku merupakan pembuat keputusan dimana individu memilih antara aktivitas kriminal dan aktivitas nonkriminal (legal) dengan dasar ekspektasi manfaat (utility) atas setiap aktivitas-aktivitas itu. Dapat diasumsikan bahwa keterlibatan dalam aktivitas kriminal adalah hasil dari perilaku optimalisasi individu terhadap insentif-insentif. . Dengan menetapkan sebuah persamaan untuk meraih insentif dalam keputusan untuk melakukan kejahatan adalah suatu langkah awal yang natural dalam analisis atas kejahatan sebagai suatu model Yang paling penting dari ini semua adalah ganjaran (reward) yang relatif dari aktivitas kriminal dan aktivitas legal. Sebagai contoh, pelaku kejahatan melakukan aksi kriminal jika ekspektasi keuntungan dari aktivitas kriminal melebihi keuntungan dari aktivitas legal, pada umumnya bekerja.       Di antara segala faktor yang mempengaruhi keputusan individu untuk terlibat dalam aktivitas kriminal adalah
1.      ekspektasi keuntungan dari kejahatan dan gaji dari suatu pekerjaan (legal work);
2.      kemungkinan (risiko) tertangkap dan dituntut;
3.      panjangnya hukuman;
4.      kesempatan dalam aktivitas legal Keputusan berbuat untuk melakukan kejahatan menurut Rational Choice Theory / Teori Pilihan Nasional dari Gary Becker ( 1968 ) adalah terletak dari pelaku kejahatan itu sendiri. pilihan-pilihan langsung serta keputusan-keputusan yang dibuat relatif oleh para pelaku tindak pidana bagi yang terdapat baginya. Pilihan rasional berarti pertimbangan-pertimbangan yang rasional dalam menentukan pilihan perilaku yang kriminal atau non kriminal, dengan kesadaran bahwa ada ancaman pidana apabila perbuatannya yang kriminal diketahui dan dirinya diprotes dalam peradilan pidana.
B.     KEJAHATAN BUKAN FENOMENA TIBA –TIBA, TETAPI TERJADI DENGAN SEBUAH  MODUS OPERANDI                                                               
             senantiasa terdapat modus operandi / cara melakukan kejahatan , kaitan  kekekalan cara  bukan menunjuk kepada bagaimana kejahatan dilakukan  tetapi  kejahatan terjadi bila ada hal yang harus dilakukan oleh aktor kejahatan untuk memulai dan melakukan kejahatan.                                                                                                                                                   Unsur –unsur yang membentuk terjadinya suatu  kejahatan adalah  mempunyai akibat-akibat atau kerugian nyata, adanya  akibat atau kerugian tersebut adalah sesuatu yang  dilarang  dalam undang undang, terdapat perbuatan nyata dengan mens rea sebagai maksud jahat untuk mendorong suatu perbuatan menjadi memiliki hubungan dengan perbuatan atau kejadaian yang bisa menjelaskan kausalitas  hubungan perbuataan dengan kerugian serta adanya Sanksi sebagai bentuk pembalasan terhadap pelanggaran  undang undang.                Perkembangan kejahatan tidak terlepas dari perkembangan zaman yang juga akan melahirkan kemajuan teknologi. Manusia  tidak akan cepat merasa puas dengan apa yang telah diperoleh sehingga tetap saja melakukan kejahatan. Munculnya teknologi canggih sangat memudahkan terciptanya jenis kejahatan baru pula sehingga kejahatan yang kita kenal tidak hanya berupa kejahatan yang konvensional saja.  Selain memiliki demensi lokal, nasional dan regional kejahatan juga dapat menjadi masalah internasional, karena seiring dengan kemajuan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi yang canggih, modus operandi kejahatan masa kini dalam waktu yang singkat dan dengan mobilitas yang cepat dapat melintasi batas-batas negara (borderless countries). Inilah yang dikenal sebagai kejahatan yang berdimensi transnasional / lintas Negara.           Sebagai contoh misalnya terjadinya tindak pidana perbankan Tindak pidana tersebut bahkan tidak hanya melibatkan masyarakat golongan ekonomi lemah. Kebanyakan jenis kejahatan baru yang muncul tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang yang berintelek tinggi.
C.    KEJAHATAN MERUPAKAN KUALITAS DARI REAKSI ATAU TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP TINGKAH LAKU SESEORANG      Persepsi masyarakat terhadap suatu perbuatan yang memiliki dampak terhadap masyarakat itu sendiri dinilai dari apakah perbuatan tersebut memiliki  akibat yang diinginkan atau tidak diinginkan , dijelaskan dalam TEORI LABELLING oleh MICHOLOWSKY, bahwa  kejahatan merupakan kualitas dari reaksi atau tanggapan masyarakat terhadap tingkah laku seseorang bukan merupakan kualitas dari tingkah laku seseorang. Sehingga apabila masyarakat  menilai suatu perbuatan menimbulkan  suatu penderitaan maka saat itulah perbuatan tadi dianggap sebagai kejahatan.               Reaksi masyarakat terhadap suatu kejahatan yang dilakukan seseorang  menyebabkan reaksi seseorang itu sebagai suatu kejahatan dengan  pelaku / Aktor perbuatan mendapat CAP / label penjahat , sehingga dengan adanya CAP / label penjahat  menyebabkan masyarakat memperlakukan AKTOR kejahatan seperti seharusnya memperlakukan pelaku kejahatan dari masa kemasa dengan memberikan hukuman  maupun perlakuan khusus berbeda dengan masyarakat secara luas.Umumnya tingkah laku seseorang yang dicap jahat menyebabkan pelaku kejahatan  diperlakukan sebagai penjahat sebagaimana mestinya dalam proses interaks social , interaksi dapat diartikan hubungan timbal balik antara individu, antar kelompok serta antar individu dengan kelompok.                                                                                                                                           Kelompok selalu mengawasi dan berusaha untuk menyeimbangkan perilaku individu-individunya sehingga menjadi suatu perilaku yang kolektif. Dalam perkembangan lebih lanjut aliran ini melahirkan teori “kriminologi Marxis” dengan dasar 3 hal utama yaitu;
1.      bahwa perbedaan bekerjanya hukum merupakan pencerminan dari kepentingan rulling class.
2.      kejahatan merupakan akibat dari proses produksi dalam masyarakat,
3.      hukum pidana dibuat untuk mencapai kepentingan ekonomi dari rulling class          Sebagai akibat perlakuan khusus dalam pola interaksi terhadap pelaku kejahatan melahirkan  kecenderungan di mana seseorang atau kelompok yang dicap sebagai penjahat akan menyesuaikan diri dengan cap yang disandangnya.Tidaklah salah kiranya, bahwa pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah laku yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan serta perlu mendapat sanksi pidana
D.    KEJAHATAN SELALU MENIMBULKAN  KORBAN DAN PENDERITAAN                  Akibat yang dirasakan sebagai suatu penderitaan merupakan representasi dari Universalitas hasrat pribadi manusia untuk tidak mau menjadi korban perbuatan yang menimbulkan penderitaan walaupun sesungguhnya  kejahatan merupakan wajah PROTAGONIS PRIBADI manusia yang ingin ditutupi, disembunyikan dan dihilangkan dalam peradaban , senantiasa terjadi perlawanan dalam berbagai eskalasi terhadap eksistensi kejahatan , perang terhadap kejahatan  merupakan perang yang tidak pernah berhenti sesuai eksistensi kejahatan yang senantiasa langgeng sebagai bayang bayang  peradaban. Individu dan kelompok dalam masyarakat seperti itu harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk penyesuaian diri itu bisa jadi sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang menganut norma-norma masyarakat dalam waktu yang lama, sementara orang atau kelompok lainnya melakukan penyimpangan. Kelompok yang mengalami lebih banyak ketegangan karena ketidak seimbangan ini (misalnya orang-orang kelas bawah) lebih cenderung mengadaptasi penyimpangan daripada kelompok lainnya.                                                                                                                                     Teori anomi menempatkan ketidak seimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai penyebab penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan daripada cara-cara yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya dalam masyarakat.     Merton mengemukakan saat masyarakat  ingin mengatasi kondisi  Anomie  akibat eksistensi kejahatan sebagai wajah protagonist peradaban manusia, adalah dengan melakukan Konformitas di mana masyarakat bisa  menerima tujuan mengapa kejahatan dilakukan  dan  bagaimana mengijinkan sarana yang boleh digunakan pelaku kejahatan yang terdapat dalam masyarakat karena adanya tekanan kondisi dalam masyarakat itu sendiri, sebagai ilustrasi adalah ketika masyarakat  menilai bahwa hak untuk membentuk keluarga kecil dengan sedikit anak akhirnya masyarakat sendiri yang melegalkan upaya pembatasan kehamilan melalui  program  kontrasepsi melalaui prosedur dan metode  yang dilegalkan.                                                                                                                                                    Bentuk reaksi masyarakat terkait upaya penghindaran diri sebagai korban kejahatan  berikutnya adalah dengan mengadakan pembaharuan / INOVASI sebagai bentuk penyesuaian di mana masyarakat mengakui bahwa kejahatan dilakukan dengan tujuan tertentu  sehingga untuk mencegah eksistensi tercapai suatu tujuan jahat , masyarakat berinisiatif mengubah sarana-sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut atau setidaknya mempersulit  pelaku kejahatan mewujudkan tujuan melakukan suatu kejahatan yang ingin dicapai, implementasi  reaksi ini kemudian berkembang dalam ilmu pencegahan kejahatan dengan konsep Primary, Secondary dan  tertiary Crime Prevention. Ritualism  dikenal sebagai bentuk penyesuaian masyarakat atas kondisi anomie yang terjadi melalui penyesuaian diri dengan norma-norma yang mengatur sarana-sarana sah dalam upaya mencegah diri sebagai korban kejahatan, meski demikian mereka meredakan ketegangan / tekanan mereka dengan menurunkan skala aspirasi-aspirasi masyarakat terhadap rasa aman dan terbebas dari ketakutan terhadap kejahatan  sampai di titik yang dapat dicapai dengan mudah. Praktek penggunaan sarana Transportasi umum bisa menjelaskan konsep Ritualisme dalam mengaantisipasi kemungkinan menjadi korban kejahatan , masyarakat memahami bahwa  angkutan umum bukan merupakan sarana  yang nyaman dan aman sehingga penggunaan sarana angkutan umum tadi dilakukan secara  beramai-ramai dan hanya pada jam jam tertentu saja.                                                                                                                                                              Ketika kondisi masyarakat makin tertekan oleh harapan-harapan sosial yang ditunjukan oleh gaya hidup konvensional, masyarakat berusaha melepaskan kesetiaan baik kepada cultural succes goal maupun legitimate means, Retreatisme  sebagai wujud cara masyarakat untuk keluar dari masalah dengan melarikan diri dari syarat-syarat masyarakat dengan berbagai cara yang menyimpang. Bunuh diri merupakan penarikan diri yang paling puncak.                                                                                                                                                        Eksistensi real yang paling keras terkait dengan upaya menghindarkan diri menderita akibat suatau kejahatan dalam masyarakat adalah dengan Rebellion : suatu adaptasi di mana tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat di tolak dan berusaha untuk mengganti / mengubah seluruhnya.
E.     KEJAHATAN SEBAGAI FENOMENA GUNUNG ES REALITAS MASYARAKAT.                  
Kejahatan  selalu berada  di titik puncak Gunung es dalam dinamika peradaban manusia , titik puncak gunung es  sebagai resultan atas permasalahan hubungan antar dan  inter manusia dalam masyarakat. Eksistensi Konflik  dalam masyarakat dapat dijelaskan melalui pendekatan Teori konflik. Bahwa penyimpangan yang paling banyak diaplikasikan kepada kejahatan, walaupun banyak juga digunakan dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. teori penjelasan norma, peraturan dan hukum daripada penjelasan perilaku yang dianggap melanggar peraturan. Peraturan datang dari individu dan kelompok yang mempunyai kekuasaan yang mempengaruhi dan memotong kebijakan publik melalui hukum.            Kelompok-kelompok elit menggunakan pengaruhnya terhadap isi hukum dan proses pelaksanaan sistem peradilan pidana. Norma sosial lainnya mengikuti pola berikut ini. Beberapa kelompok yang sangat berkuasa membuat norma mereka menjadi dominan, misalnya norma yang menganjurkan hubungan heteroseksual, tidak kecanduan minuman keras, menghindari bunuh diri karena alasan moral dan agama.                                                                        Selain akibat adanya  Konflik dalam masyarakat yang menyebabkan masyarakat menjadi dinamis untuk kemudian menimbulkan pertentangan kepentingan antara kelompok dalam manifestisasi berkembang menjadi suatu kejahatan  terdapat  hubungan social yang mengalami pasang surut , hubungan sosial yang pasat surut didasarkan kepada pemikiran  control sosial antar individu dan  masyarakat dengan individu.                                           
Perspektif control sosial  terbatas untuk memberikan penjelasan terhadap suatu delinkuensi dan suatu kejahatan  kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya integrasi sosial. Kelompk-kelompok yang lemah ikatan sosialnya (misalnya kelas bawah) cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat dengan peraturan konvensional. Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok konvensional, sedikit sekali kecenderungan menyimpang dari aturan-aturan kelompoknya. Tapi jika ada jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan, seseorang merasa lebih bebas untuk menyimpang dan melakukan kejahatan.                   
Pada intinya memandang bahwa masyarakat penuh dengan konflik, kelompok yang dominan yaitu kelompok yang menguasai agen-agen pemerintahan dan perangkat hukumnya walaupun mereka minoritas; mereka merumuskan dan menerapkan aturan hukum untuk melindungi kepentingan-kepentingannya atau mengalahkan kelompok-kelompok yang melawan/menentang kepentingannya.














PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Dalam perkembangannya, kejahatan dapat dikatakan sebagai hasil dari suatu proses rekayasa masyarakat baik dibidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Dengan kata lain mempelajari perkembangan kejahatan adalah berguna  untuk membangun kapasitas peran dalam antisipati dan bereaksi  terhadap semua fenomena kejahatan yang selalu dinamis dan berubah, sehingga dengan demikian dapat dicegah kemunkinan timbulnya akibat-akibat yang merugikan, baik bagi pelaku, korban maupun masyarakat secara keseluruhan, sangat diharapkan tulisan ini dapat memberikan sumbangan-sumbangan dan ide-ide yang dapat dipergunakan untuk memahami kejahatan dalam konsepsi sebagai katalisator  peradaban manusia.
  1. SARAN
Dalam menyelesaiakan, makalah ini banyak hambatan dan tantangan  dalam menyusun makalah ini yang menjadi suatu keterbatasan kelompok kami dalam pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu berikan saran dan kritik dalam pembuatan makalah ini. Dan makalah ini semoga bermanfaat yang yang membacanya.











DAFTAR PUSTAKA
Adidjojo ,sukardjo. 1885 profesi ADVOKAT BAHANA. No.3
Alan Rugman, 2000. The end of Globlization, London : Rondom House Business
            Book.                   



<!-- Start of KOMISI GRATIS Script -->
<script type="text/javascript" src="https://komisigratis.com/ads.php?pub=68881"></script>
<!-- End of KOMISI GRATIS Script -->







Tuesday, September 24, 2019


Sistem pengendalian sosial ( social control ) dan  ciri – ciri umum lembaga kemasyarakatan


A.    Sistem Penengendalian Sosial (Sosial Control)
Pengendalian sosial dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya
(misalnya seorang ibu medidik anak-anaknya untuk menyesuaikan diri pada kaidah kaidah dan nilai-nilai yang berlaku) atau mungkin dilakukan oleh individu terhadap suatu kelompok sosial (umpamanya, seorang dosen pada perguruan tinggi memimpin beberapa orang mahasiswa di dalam kuliah-kuliah kerja). Seterusnya pengendalian sosial dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya, atau oleh suatu kelompok terhadap individu. Itu semuanya merupakan proses pengendalian sosial yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari - hari, walau sering kali manusia tidak menyadari. Dengan demikian, pengendalian sosial terutama bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Atau, suatu sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan. Dari sudut sifatnya dapatlah dikatakan bahwa pengendalian sosial dapat bersifat preventif atau represif, atau bahkan kedua-duanya. Prevensi merupakan suatu usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara kepastian dengan keadilan. Sementara itu, usaha-usaha yang represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha preventif, misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal, dan informal. Sementara itu, represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap para warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku. Cara yang sebaiknya diterapkan di dalam suatu masyarakat yang secara relatif berbeda dalam keadaan tentram, cara-cara persuasive mungkin akan lebih efektif dari pada penggunaan paksaan karena di dalam masyarakat yang tentram, sebagian kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga atau bahkan mendarah daging di dalam diri para warga masyarakat. Keadaan demikian bukanlah dengan sendirinya berarti bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan. Paksaan lebih sering diperlukan di dalam masyarakat yang berubah karena di dalam keadaan seperti itu pengendalian sosial juga berfungsi untuk membentuk  kaidah-kaidah baru yang menggantikan kaidah-kaidah lama yang telah goyah. Namun demikian, cara-cara kekerasan ada pula batas-batasnya dan tidak selalu dapat diterapkan karena biasanya kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi negatif, setidak-tidaknya secara potensial. Reaksi yang negatif selalu akan mencari kesempatan dan menunggu saat di mana agent of social control berada di dalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan diterapkan, hasilnya bukan pengendalian sosial yang akan melembaga, tetapi cara paksaan lah yang akan mendarah daging serta berakar kuat. Di samping cara-cara tersebut di atas, dikenal pula teknik-teknik seperti complution dan pervation. Di dalam compultion, diciptakan situasi sedemikian rupa sehingga seseorang terpaksa taat atau mengubah sikapnya, yang menghasilkan kepatuhan secara tidak langsung. Pada pervasion, penyampaian norma atau nilai yang ada diulang-ulang sedemikian rupa dengan harapan hal tersebut masuk dalam aspek bawah sadar seseorang. Dengan demikian, orang tadi akan mengubah sikapnya sehingga serasi dengan hal-hal yang diulang-ulang penyampaiannya itu. Pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah, merupakan salah satu alat pengendalian sosial yang telah melembaga baik pada masyarakat bersahaja maupun yang sudah kompleks. Hukum di dalam arti luas juga merupakan pengendalian sosial yang biasanya dianggap paling ampuh karena lazimnya disertai dengan sanksi tegas yang berwujud penderitaan dan dianggap sebagai sarana formal. Perwujudan pengendalian sosial mungkin adalah pemidanaan, kompensasi, terapi ataupun konsiliasi. Standar atau patokan pemidanaan adalah suatu larangan yang apabila dilanggar akan mengakibatkan penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya. Dalam hal ini kepentingan-kepentingan seluruh kelompok masyarakat dilanggar sehingga inisiatif datang dari seluruh warga kelompok (yang mungkin dikuasakan kepada pihak-pihak tertentu). Pada kompensasi, standar atau patokannya adalah kewajiban, di mana inisiatif untuk memprosesnya ada pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan akan meminta ganti rugi karena pihak lawan melakukan cedera janji. Di sini ada pihak yang kalah dan ada pihak yang menang sehingga halnya dengan pemidanaan, sifatnya adalah akusator. Berbeda dengan kedua hal tersebut di atas, terapi maupun konsiliasi sifatnya remedial, artinya bertujuan mengembalikan situasi pada keadaan semula (yakni sebelum terjadinya perkara atau sengketa). Hal yang pokok bukanlah siapa yang menang atau siapa yang kalah, tetapi yang penting adalah menghilangkan keadaan yang tidak menyenangkan bagi para pihak (yang berarti adanya gangguan). Dengan demikian, pada terapi dan konsiliasi, standarnya adalah normalitas dan keserasian atau harmoni. Pada terapi, korban mengambil inisiatif sendiri untuk memperbaiki dirinya dengan bantuan pihak-pihak tertentu, misalnya, pada kasus penyalahgunaan obat bius, di mana korban kemudian sadar dengan sendirinya. Pada konsiliasi, masing-masing pihak yang bersengketa mencari upaya untuk menyelesaikannya, baik secara kompromistis ataupun dengan mengundang pihak ketiga. Dengan adanya norma-norma tersebut, di dalam setiap masyarakat diselenggarakan pengendalian sosial atau social control. Lazimnya yang diterapkan terlebih dahulu adalah pengendalian sosial yang dianggap paling lunak, misalnya, nasihat-nasihat yang tidak mengikat. Taraf selanjutnya adalah menerapkan pengendalian sosial yang keras. Di dalam proses tersebut, norma hukum sebaiknya diterapkan pada tahap terakhir apabila sarana-sarana lain tidak menghasilkan tujuan yang ingin dicapai. Sudah tentu bahwa di dalam penerapannya senantiasa harus diadakan telaah terhadap masyarakat atau bagian masyarakat yang dihadapi.
B.     Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan
Gillin di dalam karyanya yang berhudul General Features of Social Institution, telah menguraikan beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut :
1.      lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan polapola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan, serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.
2.      Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara.
3.      Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan apabila dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat penting karena tujuan suatu lembaga merupakan tujuan pula bagi golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang teguh padanya. Sebaliknya, fungsi solsial lembaga tersebut, yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat mungkin tak diketahui atau disadarisetelah diwujudkan, yang kemudian ternyata berbeda dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan, yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga buruh yang semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan ternyata sangat mahal.
4.      Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan, seperti bangunan, peralatan, mesin, dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Misalnya, gergaji jepang dibuat sedemikian rupa sehingga alat tersebut akan memotong apabila ditarik. Sebaliknya gerjagi Indonesia baru memotong apabila didorong.
5.      Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh, masing-masing kesatuan-kesatuan angkatan bersenjata, mempunyai panji-panji; perguruan-perguruan tinggi seperti universitas, institut, dan lain-lainnya mempunyai lambang-lambangnya dan lain-lain lagi. Kadang-kadang lambang tersebut berwujud tulisan-tulisan atau slogan-slogan.
6.      Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun yang tak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku, dan lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu di dalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, di mana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya. Secara menyeluruh ciri-ciri tersebut dapat diterapkan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan tertentu, seperti perkawinan. Sebagai suatu lembaga kemasyarakatan, perkawinan mungkin mempunyai fungsi-fungsi di antaranya :
a.       Sebagai pengatur perilaku seksual manusia dalam pergaulan hidupnya.
b.      Sebagai pengatur pemberian hak dan kewajiban bagi suami, istri, dan juga anak-anaknya
c.       Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kawan hidup karena secara naluriah manusia senantiasa berhasrat untuk hidup berkawan.
d.      Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan bermateriil
e.       Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan prestise
f.       Di dalam hal-hal tertentu, untuk memelihara interaksi antar kelompok sosial.
C.    Tipe-tipe Lembaga Kemasyarakatan
Menurut Gillin, lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi dapat di klasifikasi
sebagai berikut.
1.      Crescive institutions dan enacted institutions merupakan klasifikasi dari sudut perkembangannya. Crescive institutions yang juga disebut lembagalembaga paling primer merupakan lembaga-lembaga yang secara tak disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Contohnya adalah hak milik, perkawinan, agama, dan seterusnya.
2.      Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas basic institutions dan subsidiary institutions. Basic institutions dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk mmeelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia, misalnya keluarga, sekolah-sekolah, negara, dan lainnya dianggap sebagai basic institutions yang pokok. Sebaliknya adalah subsidiary institution yang dianggap kurang penting seperti misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
3.      Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan approved atau social sanctioned institutions dengan unsanctioned institutions. Approved atau social sanctioned institution merupakan lembaga-lembaga yang diterima masyarakat seperti misalnya sekolah, perusahaan dagang, dan lain-lain. Sebaliknya adalah unsanctioned institution yang ditolak oleh masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang tidak berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras, pencoleng, dan sebagainya.
4.      Pembedaan antara general institution dengan restricted institution timbul apabila klasifikasi tersebut didasarkan pada faktor penyebarannya. Misalnya agama merupakan suatu general institution, karena dikenal oleh hampir semua masyarakat dunia. Sementara itu, agama Islam, Protestan, Katolik, Budha, dan lain-lainnya merupakan restricted institution karena dianut oleh masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini.
5.      Berdasarkan fungsinya, terdapat pembedaan antara operative institutiondan regulative institution. Operative institution berfungsi sebagai Unknown di 13.53 lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya lembaga industrialisasi. Regulative institution, bertujuan untuk mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Suatu contoh adalah lembaga-lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan, dan sebagainya. Klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyarakatan tersebut menunjukan bahwa di dalam setiap masyarakat akan dijumpai bermacam-macam lembaga kemasyarakatan.
D.    Cara-cara Mempelajari Lembaga Kemasyarakatan
1.      Analis secara historis
Analis secara historis bertujuan meneliti sejarah timbul dan perkembangan suatu lembaga kemasyarakatan tertentu. Misalnya diselidiki asal mula serta perkembangan lembaga demokrasi, perkawinan yang monogami, keluarga batih, dan lain sebagainya.
2.      Analis komparatif
Analis komparatif bertujuan menelaah suatu lembaga kemasyarakatan tertentu dalam berbagai masyarakat berlainan ataupun berbagai lapisan sosial masyarakat tersebut. Bentuk-bentuk milik, praktik-praktik pendidikan kanakkanak dan lainnya. banyak ditelaah secara komparatif. Cara analisis ini banyak sekali digunakan oleh para ahli antropologi seperti Ruth Benedict, Margaret Mead, dan lain-lain.
3.      Analis fungsional
Lembaga-lembaga kemasyarakatan dapat pula diselidiki dengan jalan menganalisis hubungan antara lembaga-lembaga tersebut di dalam suatu masyarakat tertentu. Pendekatan ini, yang lebih menekankan hubungan fungsionalnya, sering kali mempergunakan analisis-analisis historis dan komparatif. Sesungguhnya suatu lembaga kemasyarakatan tidak mungkin hidup sendiri terlepas dari lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Misalnya penelitian tentang lembaga perkawinan mau tak mau akan menyangkut pula penelitian terhadap lembaga pergaulan muda-mudi, lembaga keluarga, lembaga harta perkawinan, lembaga kewarisan, dan lain sebagainya. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga pendekatan tersebut bersifat saling melengkapi. Artinya, di dalam meneliti lembaga-lembaga kemasyarakatan, salah satu pendekatan akan dipakai sebagai alat pokok, sedangkan yang lain bersifat sebagai tambahan untuk melengkapi kesempurnaan cara-cara penelitian.
BLOG POST ( Supriadi Zalukhu )
  IDENTITAS:                                           
Nama                                                        :  Supriadi Zalukhu
Status                                                        :  Mahasiswa
Tempat/Tanggal Lahir               :  Ononamölö/ 25 Juni 1998
No.hp                                                        :  085370545085


Monday, September 23, 2019

manfaat teknologi


 Secara umum, manfaat teknologi informasi antara lain :
1.    https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAtomibYHyiO5dPK31Rgy_enTGXuvOHM9Hb7QVAyS_t4G9OM2aVIAwTcdhbAzR1kn28oQD3uSGFMyTt3BbTm1BEZouJz3uOQX_7n5FarY2x2vZ__A_ieDuGfMfiQnDkgqWlBue7TJaqFk/s400/Tenis+Lapang.jpgMemudahkan kita dalam memperoleh informasi serta melakukan komunikasi
  1. Terbukanya peluang bisnis yang baru, 
  2. Adanya peningkatan kualitas serta kuantitas pelayanan publik, 
  3. Adanya peningkatan layanan informasi jarak jah dalam bidang kesehatan (telemedicine), 
  4. Terciptanya e-Learning sebagai salah satu sarana dalam memperbaiki sistem pendidikan, 
  5. Terciptanya lapangan pekerjaan, 
7.    Memperkaya ilmu dan pengetahuan dalam semua bidang termasuk dalam aspek kebudayaan, 
8.    Terdorongnya proses demokrasi dalam segala hal.
Manfaat teknologi informasi begitu luas, sehingga tidak bisa Paseban paparkan secara detil satu persatu, tetapi selain manfaat teknologi informasi secara umum terdapat beberapa manfaat teknologi informasi yang bisa kita rasakan dalam beberapa bidang seperti dalam bidang pendidikan baik untuk peserta didik maupun untuk penyelenggara pendidikan, juga dalam bidang pemerintahan, telecenter bagi masyarakat dan lain lain sebagainya.


Perumusan Pancasila

Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, lahir dari proses perumusan yang panjang dan melibatkan banyak pihak. Pada masa awal kemerdekaan ...